Batik Gedog

Khoirul Hudah

Sejarah dan Makna Batik Gedog

Kawasan Tuban tidak hanya memiliki keindahan alam tetapi juga produk unik seperti batik Gedog. Berbeda dengan batik Yogyakarta atau Jawa Tengah yang lebih dikenal berbagai kalangan masyarakat.

Sentra produksi Batik Gedog terletak di Kecamatan Kerek, Kabupaten Tuban. Pekerjaan membatik gedog dilakukan oleh masyarakat pada saat tidak bercocok tanam atau menunggu musim tanam. Maknanya berupa keserakahan manusia terhadap bumi. 

Peran tumbuhan merupakan simbol kebutuhan manusia akan kehidupan, sedangkan peran burung melambangkan kehidupan di dunia atas. Pada masa Hindu, motif batik Gedog menunjukkan kelas sosial pemakainya. Perkembangan Islam di Jawa kemudian mempengaruhi motif batik Gedog. 

Perbedaan peran hanya berfungsi untuk membedakan usia pengguna. Orang tua menggunakan dasi dengan pola geometris dan warna gelap, sedangkan anak muda menggunakan dasi dengan pola geometris dan warna cerah.

Batik Gedog tidak lepas dari kisah Tuban. Batik ini pertama kali dibawa langsung dari Tiongkok pada masa pemerintahan Majapahit Laksamana Cheng Ho. Nuansa Cina pada batik ini sangat cocok. Hal ini terlihat dari gambar burung hong yang menjadi ciri khas dari batik ini. 

Setelah satu tahun masuk Tuban, batik ini diadopsi oleh Ki Jontro, pengikut Ronggolawe. Ketika Ronggolawe memberontak melawan Majapahit, dia dan para pengikutnya bersembunyi di hutan. Di tempat persembunyian itu, Chontro, yang kemudian diberi nama mesin tenun tradisional, menjahit pakaian untuk tentaranya. 

Awalnya, kain tenun memiliki garis-garis yang sesuai dengan arah benang. Namun, setelah pengaruh batik Lokcan Laksamana Cheng Ho, kain tenun dibuat sesuai desain. Batik Gedog dari Kerek, Tuban, Jawa Timur adalah bentuk tenun yang dibuat oleh manusia menggunakan apa pun yang disediakan lingkungan alam. 

Proses produksinya sendiri merupakan proses panjang yang harus diikuti oleh pengrajin dengan penuh kesabaran, proses ini sebenarnya dimulai saat benih kapas ditanam. Setelah dibersihkan, dibungkus dan diperkuat kapas dengan kanji, dibutuhkan waktu satu bulan untuk menganyamnya dengan panjang tiga meter dan lebar sekitar satu meter. 

Butuh waktu sekitar dua bulan bagi sang penenun untuk akhirnya menyelesaikan batik Gedog tersebut. Selain fakta bahwa menenun kain membutuhkan banyak waktu, ini adalah proses yang membutuhkan banyak ketelitian dan kesabaran. Nama gedog sendiri berasal dari suara nyaring yang dibunyikan pada bagian belakang kayu alat tenun saat menenun. 

Ciri-ciri kain gedog adalah kasar dan tebal, karena benang katunnya juga tebal. Setelah penenunan selesai, proses pencelupan ikat dapat dimulai. Teknik penulisan busur adalah satu-satunya cara untuk membuat Batik Tuban atau Batik Gedog.

Motif Batik Gedog

Dari segi corak, batik gedog meliputi beberapa guratan yang khas, seperti: B. Likasan Kotong, Rengganis, Gringsing, Nisan Bengkok, Kasatrian, Kembang Waluh, Kluwih Kluwih, Lok degi, gunting, ganggeng dan avil. Batik Gedog memiliki empat corak berdasarkan warna. 

Di satu sisi, batik putih yang memiliki warna utama putih dan didesain dengan warna biru tua atau hitam. Kedua, dasi Bangrod yang berwarna merah. Ketiga, warna dasi melengkung yang memadukan warna merah dan biru tua. Keempat, dasi Irlandia berwarna biru tua atau hitam dengan motif putih. Selain itu, batik Gedog terbagi menjadi dua jenis, yaitu tapih dan salwar.

Batik Gedog juga memiliki fungsi yaitu sebagai bingkisan pernikahan dari pihak laki-laki kepada pihak mempelai wanita. Untuk orang kaya, pengantin pria biasanya membawa 100 lembar kain batik Tuban. Banyak dari pola ikat Gedog ini berbentuk hewan sehari-hari. 

Misalnya, reptil atau serangga. Banyak jenis gambar burung juga diambil. Misalnya merak, gagak, penjahat, irisan atau gunting. Motif burung pada batik gedog merupakan simbol kehidupan di dunia yang lebih tinggi. 

Sedangkan motif tumbuhan melambangkan kebutuhan konsumsi masyarakat setempat. Misalnya kembang kol, roti, kopi, kenari, randuo atau rumput laut. Semua pola dijelaskan secara geometris untuk membuat gambar simetris. Ini karena kain gedog sangat kasar dan bertekstur.

Siapa sangka Batik Gedog Indonesia yang indah ini akan menjadi artefak yang hampir punah. Karena salah satunya adalah semakin berkurangnya pemintal dan penenun muda yang bisa melanjutkan tradisi membatik. Karena sebagian besar anak muda lebih memilih untuk bekerja atau merantau di kota daripada membuat batik dan meneruskan warisan tradisi ini.

Artikel Lainnya

Bagikan:

Khoirul Hudah

Seorang profesional dengan keahlian di bidang Hubungan Masyarakat, Penulisan Konten, Komunikasi Pemasaran, dan Spesialis Media Sosial.

Leave a Comment